top of page
Vania Carrissaputri

Barang-Barang Yang Gak Boleh Absen Edisi #2: Slate


Si paling rajin hadir. Kalau lihat-lihat dari archive behind the scenes kami, dia ada di setiap setnya Cinemajestic. Siapakah dia? Banyak yang udah kenal; Slate atau clapperboard namanya. Tapi, pada udah tau belum sih kenapa dia penting dan selalu ada?


Kegunaan Slate dalam Produksi

Temen-temen yang pernah ikutan produksi mungkin udah tau kalau slate gunanya untuk komunikasi antara tim produksi di set dan editor di paska-produksi. Karena itu, clapperboard-nya harus ditulis dan dibaca dengan sesuai dan jelas supaya editor gak pusing. Berkat slate ini, tim paska-produksi bisa mengidentifikasi apa yang terekam dalam sebuah file footage.



Divisi yang bertanggung jawab untuk pegang slate adalah Script Continuity atau Script Supervisor. Tugas mereka adalah mengidentifikasi dan meng-update setiap scene yang diambil dan menjaga keberlanjutan antar scene dan shot yang diambil agar tidak lepas dari logika serta aturan garis imajiner di dalam film. Divisi ini juga langsung bekerja dan memberikan masukkan kepada sutradara, penata kamera dan penata artistik. Di beberapa produksi ada yang memegang slate dari divisi kamera atau biasanya asisten kamera.


Informasi di dalam slate biasanya ada judul film/video di bagian paling atas. Di bawahnya ada nomor slate, nomor frame/scene, nomor shot, dan nomor take. Nomor slate akan terus bertambah hingga shooting selesai. Nomor frame/scene dan nomor shot disesuaikan dengan shotlist atau storyboard yang telah dibuat. Nomor take adalah berapa kali adegan tersebut diambil dan diulang. Di bagian bawah ada tanggal produksi, nama production house, keterangan sound yang diambil sinkron (sync) atau tanpa suara (mos), nama sutradara, nama penata kamera dan terkadang ada keterangan lensa kamera serta nomor kartu memori atau roll film.


Alur dan Cara Pakai Slate dalam Produksi

Sekarang gimana alur dan cara pakai slate dalam produksi? Ketika take akan dimulai, pemegang slate harus berkomunikasi dengan asisten sutradara mengenai adegan yang akan diambil. Kemudian, ia menuliskan semua informasinya ke papan slate. Asisten sutradara biasanya akan memberikan aba-aba, “Standby for take!”. Di sini, pemegang slate harus bersiap-siap namun belum memasukkan slate. Setelah itu, akan terdengar, “Slate in”. Pemegang slate harus memasukkan slate-nya ke dalam frame. Arah slate harus menghadap ke kamera agar masuk ke dalam frame dan informasinya terbaca. Apabila adegan menggunakan suara, maka clap harus terangkat ke atas. Apabila tidak menggunakan suara, maka clap dalam keadaan tertutup. Setelah diarahkan ke kamera, maka astrada akan memberikan kode kepada penata kamera dan suara seperti, "Kamera?","Sound?". Kemudian akan dibalas dengan ,"Rolling", atau, "speed" oleh penata kamera dan suara. Setelah itu, yang harus dilakukan adalah menyebutkan nomor slate, nomor scene/frame, nomor shot, dan nomor take. Setelah disebutkan, maka clap ditutup hingga berbunyi “plak” dan terdengar aba-aba dari astrada, “thank you slate” atau, “slate out” untuk mencabut slate dari frame. Harus diperhatikan juga kalau take yang diambil sudah melebihi take kedua dan seterusnya, maka yang perlu disebutkan hanya nomor slate dan nomor take.

“Suara clapnya harus kenceng ya?”


Ngga juga. Clap di bagian atas itu fungsinya untuk nge-sync. Karena bunyi ‘plak’nya itu, editor punya tanda di audio wave-nya yang ngebantu dia nge-sync video dan sound. Saat nge-clap ini gak perlu keras-keras. Bayangin kalau kalian harus nge-clap di depan muka talent karena frame-nya tight, tapi clap-nya keras. Orang bisa ngamuk nanti.


Asal Muasal Slate

Nah, pernah bertanya-tanya gak tentang asal usulnya barang berjasa ini?


FUN FACT: di era perfilman awal, board dan clap-nya itu terpisah, loh. Ada board tersendiri dan ada dua stik terpisah yang di-clap untuk penanda sync-nya. Jadi, clapperboard yang kita tau sekarang itu inovasi yang relatif baru dari filmmaker Australia F. W. Thring dan dikembangkan oleh sound engineer Leon M. Leon.


Dulu pada umumnya bagian board dari slate itu berbahan kayu dan warnanya hitam, gak beda jauh dengan papan tulis kapur. Tapi, seiring berkembangnya industri kita ini, sekarang pada sering pakai yang akrilik dan warnanya putih. Serasa di kelas aja pas sekolah; ini mirip seperti peralihan papan hitam ke papan tulis putih. Nggak hanya itu sih, yang akrilik juga lebih mudah terbaca tulisannya dengan settingan lampu dan set apapun.


End Slate, atau “Yang Kebalik”

Oh iya, mungkin kalo lihat clapperboard di set Cinemajestic ada yang kebalik bisa mikir, “Loh, kenapa kebalik?” Iya, biasanya yang kebalik namanya end slate. Seperti sebutannya, end slate di-clap di akhir take setelah sutradara bilang cut. Ini dipakai kalau di set ada situasi-situasi tertentu yang bikin gak bisa slate di awal take seperti biasanya (Contoh: Shot extreme close-up).

"Tapi… kenapa dibalik?”


Dibalik buat jadi tanda ngebedain dengan slate yang ada di depan. Pertama, ketika adegan akan diambil, maka ada aba-aba dari pemegang slate, “End Slate!” biar semua kru tau bahwa slate akan muncul di belakang. Kedua, setelah sutradara bilang, “Cut!”, tusuk slate-nya kebalik. Ketiga, dibacain slate-nya dan dibalik lagi biar nggak kebalik terus. Terakhir, clap dan selesai.


Slate & Cinemajestic Pictures

Ada sedikit sharing-sharing cerita nih, tentang pengalaman Cinemajestic Pictures dengan slate. Dulu jaman para founder kami kuliah film, mereka belum punya slate yang proper untuk produksi-produksinya. Tapi, mereka tetap pakai slate seadanya, karena memang slate itu pentiiiinggg banget. Konon, kisahnya mereka pakai papan jalan sebagai pengganti slate. Lalu, semakin bertambah pengalaman produksinya, mereka pun menggunakan slate yang sebagaimana mestinya. Nah, gimana nih shootingan kuliah kalian? Apa mungkin kalian punya cerita serupa tentang slate?


Dari semua penjabaran di atas, sudah cukup jelas lah ya kenapa slate atau clapperboard itu gak boleh absen kalau kalian shooting. Jadi, jangan lupa masukin slate ke tas atau box yang akan dibawa ke set yaa!



Referensi

コメント


bottom of page